Keseeelllll rasanya, mau marah tapi ga bisa, yang ada panic dan lemes, saat mendengar teriakan Kaka sedemkian kerasnya dari arah teras luar, ga berapa lama ayah masuk tergopoh-gopoh seraya membopong Jibran yang tengah nangis histeris.
Aku yang saat itu lagi diruang tengah bersama Uwa dan Uti, kontan sontak kaget.
“Bundaaa… cepetan ambil air.”
“Ya Allah ayah, Jibran kenapaa??”
Jibran masih aja nangis, kedua tangannya menutup matanya, “mata kaka sakittt bundaaa…..”
Sedetik kemudian ayah sudah sibuk meneteskan air ke mata Jibran, aku masih belum mengerti apa yang terjadi.
“Yaaahhh.. Jibran kenapaa???”
“Matanya kesundut rokok Bund..”
Ya Allah, langsung lemes setengah mati, ga bisa apa2, apalagi tangisan Jibran makin keras, kulihat ayah dibantu Uwa sibuk membuka kelopak mata Jibran, aku masih tergugu dan tak bereaksi apapun, sungguh baru kali ini aku mendengar Jibran histeris nangis sedemiakn kerasnya.
Dalam hitungan detik kemudian seolah kesadaranku pulih, berikutnya segera kuhampiri Jibran dalam pangkuan ayah, kucek matanya yang katanya perih, coba kubuka kelopak matanya tsb, “Astagfirullah…..” Kulihat kumpulan abu rokok ada di dalam matanya, ujung kelopak mata kulitnya terlihat putih pertanda lecet. “Ga mungkin kita atasi sendiri yah aku khawatir ada apa2…”
“Okeh.. kita ke RS sekarang, bawa kartu berobatnya Bund dan buku”
Kuminta Uwa membantu menyiapkan dokumen yg aku butuhkan, segera pula ayah mengeluarkan mobil, ga berapa lama meluncurlah aku ke RS, tangis Jibran masih belum berhenti, berkali2 dia bilang perih…
5 menit kemudian aku sudah tiba di RS Simpang Depok, tergopoh2 seraya menggendong Jibran aku keluar dari mobil dan masuk kedalam UGD.
“Tolong Dok, mata anak saya kesundut rokok.”
Dokter jaga dan perawat pun langsung bertindak cepat dan mengecek kondisi Jibran, berikutnya ayah yang mendampingi Jibran, sementara aku ke bagian admission urus pendaftaran, sesungguhnya aku ga tega mendengar tangisan Jibran karena itu aku menyingkir dan memilih urus pendaftaran di kasir.
Selesai dari admission aku kembali ke ruang UGD, Jibran masih menangis, kulihat dokter meneteskan cairan kedalam mata Jibran dibantu perawat. Ayah memegangi tubuh Jibran yang meronta. Aku?? Hggrrhhkk.. seandainya aku boleh memilih aku ga mau ada dalam posisi itu, melihat anakku meronta kesakitan, teriak2, berkali2 bilang perih, hanya perasaan ga tega yang muncul dan ga tau harus gimana, ga sadar menetes lah air mataku. Berkali kuberucap dalam hati, “Ya Allah semoga tidak ada sesuatu yang membahayakan..”
Seperempat jam kemudian selesailah tindakan dokter, mata kanan Jibran ditutup perban, kulihat dokter menulis status Jibran, Jibran pun digendong ayah dan dibawa ke keluar, sementara aku bertemu dengan dokter.
“Bagaimana kejadiannya Bu?” Tanya dokter.
“Sungguh saya ga tau persisnya gimana, karena saat kejadian saya sedang didalam rumah, sementara anak saya diluar bersama ayahnya. Kondisi mata Jibran bagaimana Dok?”
“Abu rokoknya sudah keluar, ada lecet diujung kelopak matanya, tadi saya sudah cek sepertinya tidak ada luka yang serius, namun baiknya Ibu ke dokter mata untuk pastinya, saya akan buat rujukan ke spesialis mata , dan untuk sementara saya resepkan obat untuk penahan sakitnya.”
“Alhamdulillah…” Meski begitu tetap aja hati ini ga tenang sebelum aku tau kondisi mata Jibran sesesungguhnya.
Selesai dari UGD aku kembali ke admission untuk urus pembayaran, syukur Alhamdulillah biaya ini dicover asuransi seluruhnya. Kutanya pada perawat apakah ada dokter mata praktek malam mini, kuceritakan maksud tujuanku, lagi2 syukur Alhamdulillah, dokter spesialis mata masih ada yang praktek, segeralah aku daftar dan menunggu antrian. Karena statusnya emergency akupun didahulukan dipanggil.
Kami bertiga pun masuk kedalam ruang dokter, kembali kuceritakan kronologisnya, dokter pun segera memeriksa, perban nya dibuka, Jibran yang sudah berhenti menangis, kembali menangis saat tau perbannya dibuka. “Kaka mau diapain lagi Bunda…..?”
Jibran kembali meronta, menolak diperiksa, saat dokter meminta dia untuk membuka kelopak matanya Jibran menolak, “Ga mauuu.. sakittt bunda.. kaka ga mauuu..” teriaknya.
Akhirnya lagi2 setengah dipaksa, dokter mencoba membuka kelopak mata Jibran dan memeriksanya. Aku yang tadi udah tenang lemes lagi begitu denger tangisan Jibran. Ya Allah semoga ga ada apa2.
Ga berapa lama dokter pun kembali memasang perban dimata Jibran, pemeriksaan selesai. Jibran menolak digendong ayah, dia minta aku yang menggendong.
“Bagaimana Dok kondisi mata Jibran?” Tanya ayah.
“Seperti yg dokter jaga sampaikan, ada lecet di ujung kelopak matanya, dan ada luka di kornea matanya.”
“Ya Allah, maksud dokter bola mata Jibran luka?”
“Iya Bu, mudah2an bukan sesuatu yang serius, sekarang saya resepi obat salep untuk matanya, 5 hari lagi Ibu control kesini.”
“Tapi dok, apakah itu berbahaya?”
“Luka ini luka kecil bu, korneanya luka bisa jadi terkena percikan api rokok, seperti misalnya tangan kita kesundut rokok, maka kulit kita yang luka, nah pada kasus anak Ibu korneanya yang terluka.”
Aku dah ga bisa ngomong, kulirik ayah, ayah tau aku marah, aku kesel, biar bagaimana ini terjadi karena ayah, walaupun bukan suatu yang disengaja tapi ayah lah pemicunya. Lagi2 aku kelu ga bisa berucap sepatahpun, situasi seperti ini bukan saatnya saling menyalahkan, sebaliknya konsentrasi untuk kesembuhan Jibran.
Sampai dirumah segera kurebahkan Jibran di kamarnya, Uti dan Uwa sudah menunggu. Semalam bergantian kami menjaga Jibran. Alhamdulillah dia ga rewel, hanya tadi pagi saat subuh aku ganti perban dimatanya dia menangis, lagi2 bilang perih.
Ya Allah semoga tidak ada yang serius, semoga dalam 5 hari kedepan kondisi mata Jibran bisa sembuh seperti sedia kala, semoga saat aku control adalah control terakhir. Amin ya Allah….
Jujur, aku masih kesel sama ayah, bukan sekali dua kali aku bilang sama ayah, permintaan ku agar ayah berhenti merokok belum bisa ayah lakukan, oke aku mencoba mengerti, jika ternyata ayah belum bisa memberhentikan kebiasaan merokoknya, aku pun ga mau debat kusir karena ujung2nya ribut, selama ayah belum ada kemauan sulit rasanya, tapi kejadian ini bener2 bikin aku ga bisa kompromi, seperti yang kusampaikan ke ayah tadi malam saat aku menjaga Jibran, “Ok, terserah jika ayah masih mau merokok, tapi tolong jangan merokok dekat anak, jika anak yang mendekat saat ayah merokok segera matikan, biar gimana Jibran itu masih anak2 belum tau namanya bahaya, ga tega rasanya aku liat Jibran kesakitan seperti ini, kenyataannya yang Jibran alami ini ayahlah pemicunya meski aku tau itu bukan kesengajaan.”
*Berdoa dalam hati, semoga kejadian ini member hikmah untuk ayah, membuat ayah kapok, karena sesungguhnya ga ada manfaat dari merokok….

kondisi Kaka tadi malam dalam pangkuan Bunda