Reuni Pengajian

 

 

“Bu udah terima undangan belum, ntar tgl 2 May datang ya ke acara Maulid n reunian ex Al Amien.” Begitu petikan sms dari Devi temen SMP ku yang juga temen mengajiku.

Reuni pengajian sekaligus perayaan Maulid?? Entah mengapa, langsung aja ku note di HP dan menulis note di HP untuk acara tsb, meski undangan yang dimaksud belum aku terima.

Juga kusampaikan ke ayah tentang acara tsb, ayah antusias dan bilang ingin datang juga, meski ayah bukan ex Al Amien.

 

Hmm.. pengajian Al Amien, pikiranku langsung terbang ke masa lalu. Mengaji, adalah hal wajib yang tidak boleh ditinggalkan selain sholat tentunya. Mandatori dan instruksi ini langsung diberikan dari abah dan Ibu untuk 2 hal penting ini.

Aku masih ingat bagaimana jika kedapatan aku malas untuk datang ke pengajian, ga segan omelanpun langsung kuterima, bahkan jeweran dari Ibu kerap kali mendarat di telingaku jika aku keukeuh ga mau pergi ke pengajian.

“Mengaji itu wajib Mba, apapun kondisinya ga ada alasan untuk bolos.” Begitu selalu ucapan dari Abah atau Ibu manakala aku mogok atau malas pergi ke tempat mengaji.

Aku mulai dimasukan Abah ke tempat pengajian diusia 5th, saat aku mulai TK. Sebelum aku resmi jadi murid ngaji, Abah lah yang jadi guru mengaji di rumah. Setiap ba'da sholat Magrib dan Subuh maka ritual kami untuk mengaji. Abah terbilang keras mengajari aku mengaji. Ga hanya aku dan adikku Tika yang mengaji nanum Ibu juga ikutan belajar ngaji, maklum Ibu mualaf. Ibu masuk Islam saat nikah dengan ayahku.

 

Menginjak aku TK, abah memasukkan aku ke pengajian di dekat rumah, dengan guru ngaji Alm Bp H Ustd Chairudin.

Kebayang ga sih, anak TK diruh mengaji, yang ada seringnya aku dan adikku Tika malas pergi lalu mogok. Meski begitu abah bahkan Ibu ga segan2 memarahiku dan tetap emmaksa aku untuk berangkat. Keras dan disiplin ya? Begitulah orang tuaku.

Masuk SD aku ikut tingkat pengajian yang lebih tinggi. Masih ditempat yang sama. Saat itu aku mulai belajar untuk Tarikh – Fiqih – Ahlak – Tajwid – dsb.

Ga hanya ilmu membaca Al-Qur’an saja, namun semua ilmu tentang agama lainnya kami pelajari. Pengajian ini kami rasa istimewa karena meski judulnya pengajian namun ada raport pula yang dibagikan per semester. Aku langganan juara, meski bukan pertama namun 2 atau 3 besar mampu kuraih.

Aku masih ingat jadwal pengajian ku ini rutin setiap hari Senin s/d Kamis & Sabtu, Jumat & Ahad libur, dimulai pk. 2 siang s/d 4 sore. Begitu setiap hari.

Pernah aku bolos 3 hari tanpa kabar, Alm Ustd datang ke rumah memberitau orang tuaku, keruan aku habis dimarahi Abah dan Ibu, setelahnya sku kapok bolos2 lagi... Maklum jaman dulu kami belum punya telepon rumah.

Ketika SMP, jadwal mengajiku pindah menjadi malam hari, dengan jadwal hari yang sama, mengaji dimulai pk. 18.00 – 20.00, dimulai dengan sholat magrib berjamaah dan sebelum pulang diakhiri dengan sholat Isya berjamaah lagi

Kali ini mulai belajar tentang Kitab Kuning, sejarah nabi dan huruf gundul, muridnya, masih teman2ku yang dulu, ada juga beberapa yang baru.

Semangat mengaji ini alhamdulillah ga pernah kendor, bahkan meski kami SMP kami mulai mengenal arisan pengajian, yang digagasi oleh Ibu Nining, istri alm.

Saat aku SMA, ritual mengaji masih jalan terus. Kali ini semangat itu ga seperti kala SMP, maklum udah kenal yang namanya main, udah kenal lawan jenis. Dan aku udah bisa kasih alasan ke rangtuaku, bahwa aktivitas dan kegiatan ku di sekolah mulai padat, jadi terasa cape kalau harus mengaji setiap maalam.

Rupanya alasanku ini ga sendiri, beberapa teman juga mulai menyampaikan hal yang sama, akhirnya jadwal mengaji diubah menjadi seminggu 3x, Senin – Rabu & Kamis.

 

Saat aku mulai kuliah, jadwal dan kebiasaan ini mulai memasuki taraf puncaknya, aku lebih focus ke kuliah, ditambah jadwal kuliah yang ga menentu, kadang pagi kadang siang bahkan malam, akhirnya jadwal mengaji pindah menjadi Minggu malam Senin, dari pk. 19.00 – 22.00. Huaaa.. lama ya….

Iya, ga jarang aku sampe ngantuk2 loh… tapi lagi2 demi pahala, semua aku lakuin.

 

Dan kebiasaan mengaji ini benar2 berhenti (sayang bagt padahal, hiks L) saat aku mulai kerja, abah menyanyangkan hal ini, namun ga bisa berbuat banyak, karena kenyataannya aku udah kelelahan membagi waktu antara kuliah-kerja dan kursus di LIA.

Akhirnya temu kangen dengan temen2 pengajian hanya dapat kami lakukan saat bulan puasa dan acara buka puasa bareng.

 

Ketika  kemudian aku memutuskan untuk menikah, alhamdulillah yang menjadi saksi dalam pernikahan kami adalah Alm Ust Chairudin. Sungguh suatu kebanggan karena blio, guru yang kami hormati bisa menjadi saksi dalam acara besar kami. Trima kasih Pak….. J

 

Sampai akhirnya, aku mendengar Alm Ust Chairudin sakit stroke. Memang sudah lama blio menderita darah tinggi.  Pola makan alm bapak, (begitu biasa kami menyebut) memang penggila jeroan dan daging. Kaget setengah mati saat ku mendengar alm Bapak sakit.

Semua begitu cepat, rasanya baru kemarin kami bertandang ke rumahnya kala Lebaran, bertemu Alm Bapak dalam keadaan sehat wal afiat, sekarang yang terjadi sebaliknya Alm Bapak lemah tak berdaya di tempat tidur, sebagian tubuh bagian kanan lumpuh.

 

Berkali2 Alm Bapak berobat, ke RS, ke alternative, namun belum ada hasil yang maximal, sampai akhirnya Alm Bapak memilih menyudahi pengobatan di RS karena terbentur biaya, dan memilih pengobatan alternative, alhamdulillah berangsur-angsur kondisi Alm Bapak membaik, bagian tubuh sebelah kanan perlahan mulai bisa bergerak.

Dalam kondisi yang mulai membaik, Alm Bapak mulai aktif dan memutuskan mengajar lagi, padahal untuk bicara masih sulit namun semangatnya begitu besar.

 

Hingga pertengahan 2008 lalu, tiba2 kami mendapat telpon dari abah mengabarkan kalau Pak Ustd meninggal. Inna lillahi waina Ilaihi Rojiun…. Segera kukabari ayah, kemudian ayah dan aku izin pulang dari kantor, untuk segera melayat. Sampai di rumah beliau, sungguh sudah ratusan orang bertandang untuk melayat. Bahkan saat iring-iringan menuju pemakaman, jalan raya Cibubur dipadati oleh pelayat yang sedianya akan mengantar beliau ke peristirahatan terakhir.

 

Ga terasa 2 tahun sudah kepergian beliau, dan 2 May lalu dalam rangka memperingati Maulid, sekaligus temu kangen/reuni dengan sesama alumni pengajian Al – Amien, serta mengenang 2th kepergian beliau, kami semua berkumpul di sana. Melihat anak didik di Al Amien yang ga lain dan ga bukan adalah anak2 dari para alumni pengajian pentas, membaca sholawat, marawis, bahkan membaca Al-Qur’an sungguh membuat kami semua bangga.

Ga sia2 usaha Alm Bapak dalam membangun ini semua.

Saat pembacaan doa anak2 TK B untuk Alm Bapak, kami yang hadir di sana sungguh terharu dan berlinang air mata. Ahhhh…. Aku kembali ingat sosok beliau, yang tegas, galak, cepals – ceplos damun sesungguhnya belaiu perhatian dan peduli akan kamis emua anak didiknya.

 

Pengajian Al-Amien yang dulunya hanya bermula dari 1 ruang kecil, beralas tikar dan menggunakan lekar (meja untuk mengaji), kini sudah berubah menjadi sebuah Yayasan yang alhamdulillah besar, terdiri dari Play Group, TK A-B, dan Madrasah Ibtidaiyah (MI). Semua ini atas jasa2 belaiu, sepeninggal beliau keluarga besar dan alumni Al Amien yang mendirikan Yayasan tsb. Insya Allah, amalan beliau akan memebri manfaat bagi keluarga yang ditinggalkan, bermanfaat bagi kami semua. Amien…Syukur alhamdulillah.

Jibran alhamdulillah sudah beberapa kali trial disana, sayangnya PG dimulai dari kelompok umur 3th, maka Jibran selama ini hanya menjadi "murid gelap" yang kerap kali datang untuk ikut2an sekolah disana. Fasilitas nya juga lumayan lengkap karena ada kolam renang pula, wajar kalo Jibran betah.

 

 Acara kemarin di Al-Amien, membuatku teringat akan masa2 dulu pertama kami mengaji. Ruangan yang sempit bersebelahan dengan kandang kambing, ahhh.. memori usai yang membawa kenangan saat ini.

Mudah2an teladan dari Abah dan Ibu bisa kami tularkan kepada Jibran, emski saat inisebatas mengajak Jibran sholat, mengajak Jibran membaca doa, Insya Allah, apa yang kami dapat di masa lalu, akan kami berikan ke Jibran. Ngeri rasanya jika kami selaku orang tua tidak dapat memberikan pondasi agama yang kuat untuk anak2 kami kelak, di tengah kondisi jaman yang serba maju dan begitu bebasnya informasi dan teknologi masuk, meski kami mengakui belum sepenuhnya menjadi orang tua yang baik, tapi kami berdua berusaha untuk bisa memberi contoh yang baik dalam kehidupannya. Insya Allah...

 

Tulisan ini aku tulis sebagai catatan dan pengingat untuk diriku sendiri, bahwa apa yang kita tanam hari ini, jika itu baik, Insya Allah akan menghasilakan sesuatu yang baik pula. Insya Allah kami (aku dan ayah) bisa menjaga amanah ini untuk keturunan kami kelak, Insya Allah…. Amien…

 

-May 5, 2010- 9.26 AM

 

sumber gmb : dari sini