Thursday, July 30, 2009

[Share] Aku biasa-biasa saja

Nice article.... email from my friend...

Just to share... 

====================================================================

 

Tahukah anda, apa yang paling dibanggakan orang tua dari anak-anaknya?
Boleh jadi adalah kecerdasan scholastic, seperti matematika, bahasa,menggambar (visual), musik (musical), dan olahraga (kinestetik).

Tetapi, pernahkah kita membanggakan jika anak kita memiliki kecerdasan moral, kecerdasan intrapersonal, atau kecerdasan interpersonal?

Rasanya jarang, sebab ketiga kecerdasan yang terakhir hampir pasti uncountable, tidak bisa dihitung, dan sayang sekali tidak ada pontennya (nilainya) di sekolah, karena di sekolah hanya memberikan penilaian kuantitatif.

Adasebuah cerita tentang seorang anak, sebut saja namanya Fani (6,5 tahun), kelas I SD. Ia memiliki banyak sekali teman.
Dan ia pun tidak bermasalah harus berganti teman duduk di sekolahnya. Ia juga bergaul dengan siapa saja dilingkungan rumahnya. Adasatu hal yang menarik saat ia bercerita tentang teman-temannya.

"Bu, Ifa pinter sekali lho, Bu...! Pinter Matematika, Bahasa Indonesia,Menggambar....pokoknya pinter sekali....!" katanya santai. Vivi juga pintar sekali menggambar, gambarnya bagus ...sekali! Kalau si Yahya hfalannya banyaaak... sekali!"

Ya memang fani senang sekali membanggakan teman-temannya.
Ketika mendengar celoteh anaknya ibunya tersenyum dan bertanya, " Kalau mbak Fani pinter apa?" Ia menjawab dengan cengiran khasnya,"

Hehehe...kalau aku, sih, biasa-biasa saja".

Jawaban itu mungkin akan sangat biasa bagi anda, tetapi ibunya tertegun, karena pada dasarnya fani memang demikian. Ia biasa-biasa saja untuk ukuran prestasi scholastic.

Tapi coba kita dengarkan apa cerita gurunya, bahwa Fani sering diminta bantuannya untuk membimbing temannya yang sangat lamban mengerjakan tugas sekolah, mendamaikan temannya yang bertengkar.

Bahkan ketika dua orang adiknya, Farah (4,5 tahun) dan Fadila (2,5 tahun) bertengkar. Fani langsung turun tangan. "Sudah..! sudah, Dek! sama saudara tidak boleh bertengkar, Hayo tadi siap yang mulai?" Adiknya saling tunjuk."Hayo, jujur ...!Jujur itu disayang Allah..! Sekarang salaman ya... saling memaafkan".

Pun ketika suatu hari ia melihat baju-baju bagus di toko, dengarlah komentarnya!

"Wah bajunya bagus-bagus ya Bu? Aku sebenarnya pengin, tapi bajuku dirumah masih bagus-bagus, nanti saja kalau sudah jelek dan Ibu sudah punya rezeki, aku minta dibelikan ..."

Ibunya pun tak kuasa menahan air matanya, subhanallah anak sekecil itu sudah bisa menunda keinginan, sebagai salah satu ciri kecerdasan emosional.

Saya sebenarnya ingin berbagi cerita tentang ini kepada anda, karena betapa banyak dari kita yang mengabaikan kecerdasan-kecerdasan emosional seperti itu. Padahal kita tahu dalam setiap tes penerimaan pegawai, yang lebih banyak diterima adalah orang yang mempunyai kecerdasan emosional walaupun dari sisi kecerdasan scholastic adalah BIASA-BIASA SAJA.

Kadang kita merasa rendah diri manakal anak kita tidak mencapai ranking sepuluh besar disekolah. Tetapi herannya, kita tidak rendah diri manakala anak-anak kita tumbuh menjadi pribadi yang egois, mau menang sendiri, sombong,suka menipu atau tidak biasa bergaul.

Maka ketika Fani mengatakan "AKU BIASA-BIASA SAJA", maka saat itu ibunya menjawab "Alhamdulillah, mbak Fani suka menolong teman-teman, tidak sombong, mau bergaul dengan siapa saja. Itu adalah kelebihan mbak Fani, diteruskan dan disyukuri ya..?" Ya... ibunya ingin mensupport dan memberikan reward yang positif bagi Fani. Karena kita tahu anak-anak kita adalah amanah dan suatu saat amanah itu akan diambil dan ditanyakan bagaimana kita menjaga amanah. Sebagaimana doa kita setiap hari agar anak-anak menjadi penyejuk mata dan hati.

Sudahkah kita mencoba untuk menggali potensi-potensi kecerdasan emosional anak-anak kita? Kalu belum mulailah dari diri kita, saat ini juga.


====================================================================

Jujur tulisan ini, menyadarkan dan menyentuh ku. Sudah rahasia umum membanggakan kecerdasan scholastic menjadi tolak ukur keberhasilan, bagi sebagian besar orangtua.

Sementara kecerdasan moral, kecerdasan intrapersonal, atau kecerdasan interpersonal kadang luput dari kacamata orang tua.

 

PR dan tugas besar untuk kami khususnya, semoga kami bisa memberi yang terbaik untuk anak kami, tidak hanya membimbingnya utnuk keberhasilan dalam sekolahnya kelak, namun menyeimbangkannya juga dalam tingkah laku santun dalam kehidupannya. Insya Allah..

Just to share, mohon maaf untuk yang tidak berkenan.

Salam,

 



Remuk Redam Semua….

 

 

Baru aja balik dari luar kantor n selesai lunch. Hmm…. Tapi kok tubuh ini berasa limbung ya… Kenapa??

Perasaan tadi pagi baik2 aja deh. Coba curhat sama kawan seperjuangan di meja samping, kesimpulannya, “tanda2 akan sakit” bukan “mau sakit”.

 

Hmm…. Apa iya? Bisa jadi benar, karena sejak minggu lalu aku emang kurang tidur, gimana tidak hampir 1 minggu full, menemani Jibran yang lagi sakit. Terlebih week end dan Senin Selasa lalu, top deh puncaknya. Saat suhu Jibran lagi demam tinggi, mata ini berusaha menahan kantuk sebisa mungkin, dan siaga disampingnya. Sementara ayah.. tetep… zzzzz… Tapi aku maklum kok, naluri Ibu tuh lebih besar, kalo anak sakit, Ibu pasti khawatir luar biasa, sementara ayahnya bisa ‘sedikit tenang karena yakin sang isti bisa handle. Palingan yang dilakukan ayah kemarin adalah tetep tidur dan istirahat, naro kunci mobil dan kunci garasi sedekat mungkin dari jangkauan ayah. Maksudnya jika ada hal2 yang tidak diinginkan bisa segera bertindak tanpa harus kelimpungan cari2 lagi.

 

Emang deh, ngadepin anak sakit, kerjaan di kantor, plus lagi masa menstruasi kaya saat ini, lengkap banget. Perasaan mellow, sensitive, tegang, n gampang marah semua mendekat. Duhh Gusti…. Paringi sabar….


Eittss… tapi kan ga boleh ngeluh donk ya, harus tetep sabar dan rasional. Menstruasi mah emang udah langganan tiap bulan kan? Kenapa juga jadi sensitive? Ngadepin anak sakit, kan ga setiap hari, wajar kalo kudu punya perhatian extra plus sabar yang extra, agar si anak merasa nyaman. Anak lagi sakit kalo kitanya ga sabaran, duhhh… kasian banget anaknya….

Kalo ngadepin suami yang keliatan cuek dan ga perhatian, hehehe.. itu emang udah sifatnya kan, gali dan cari tau donk, siapa tau si ayah emang lagi ada tugas lain dan kerjaan lain yang butuh konsentrasi tinggi.

Keputusan untuk bekerja kan pilihan ku sendiri, si ayah ga pernah nyuruh toh?? So, artinya harus terima konsekuensinya donk, bisa bagi waktu antara kerjaan, keluarga, anak dan untuk diri sendiri.

Ngadepin Boss yang moodnya lagi ga ok, lhoo.. itu kan bagian dan konsekuensi dari kerjaan, rugiii kalo dimasukin ke hati, yang ada kerjaan ga kelar, malah dimarahin boss pula. Harusnya bersyukur donk, 2 hari kemarin udah dikasih kelonggaran untuk izin dan pulang cepat biar bisa konsen nemenin anak yang lagi sakit, wajarr kalo sekarang boss minta pertanggung jawaban kerjaan. Iya ga sih..??

 

Trus badan yang udah berasa remuk redam ini gimana? Hehehe.. itu sih tanggung jawab yang punya tubuh. Kudunya atur pola makan n tetep usahain asupan yang bergizi, udah tau kurang tidur, benerin donk pola makannya, suplemen mah kalo perlu aja, banyakin buah, sayur dan minum air putih.

Duuuhhh… itu sih teorinya, kalo Cuma teori sih udah hafal di luar kepala. Masalahnya sekarang…  gimana mau enak makan, kalo mulut aja ga selera makan……

 

Sms n email ayah (belagak) curhat, malah dapat jawaban : “Baik buruk kondisi Bunda kan Cuma Bunda yang tau, kalo emang tau bakal sakit, makan yang bener, kalo emang kurang tidur, ya tunggu nanti week end, ambil hikmahnya karena semua kejadian pasti ada hikmahnya….”  LHOOO….??? L

 

Catatan bunda, yang lagi mellow…. July 30, 09

 

Wednesday, July 29, 2009

Keadaan Jibran kini….

Alhamdulillah, pagi ini aku berangkat ke kantor dengan perasaan tenang walau belum 100%. Setalah kemarin dan tadi malam, akhirnya aku yakin Jibran kena Roseola, karena ciri2 dan ruam yang muncul di sekujur tubuhnya mengarah ke Roseola. Meski awalnya aku ga yakin, apa mungkin Roseola bisa menyerang 2 kali?

 

Berikut sedikit info tentang Roseola :

Tinjauan
Roseola adalah penyakit yang disebabkan oleh virus jinak yg menjangkiti bayi dan anak2 kecil. Roseola ini menyebabkan suhu badan yg meningkat selama beberapa hari, yang kemudian akan timbul bintik2 merah di tubuh. Dua tipe virus herpes menyebabkan roseola yang biasanya menyerang anak-anak yg berumur antara 6 bulan hingga 3 tahun, walaupun terkadang menyerang dewasa juga. Hal ini sangatlah wajar, dan pada kenyataannya sebagian besar anak-anak pasti pernah terinfeksi virus ini pada saat mereka memasuki usia sekolah.Ada sebagian anak yg mengalami roseola ringan (tanpa adanya gejala penyakit), sementara sebagian lainnya menunjukkan gejala dan tanda2 adanya roseola ini.
Infeksi dapat terjadi pada saat kapanpun.Roseola bukanlah penyakit berat. Jarang sekali terjadi komplikasi jika tubuh mencapai suhu yang tinggi. Penanganannya cukup dengan intirahat,cairan, dan obat-obatan.
Biasanya tanda dan gejala terinfeksi akan timbul 1 atau 2 minggu setelah anak Anda mengalami roseola dan terinfeksi virus - jika memang tanda dan gejala muncul (tidak selalu muncul).

Berikut gejala2 roseola:
Demam. Roseola biasanya diawali dengan demam, sering hingga 103 derajat farenheit/ 39 derajat Celcius. Selain itu,biasanya anak juga mengalami tenggorokan kering dan idung meler (pada saat atau sebelum
mengalami demam). Selain itu amandel membengkak juga mungkindialami bersamaan saat demam. Demam berlangsung selama 3 - 7 hari. Bercak merah di tubuh (Rash). Setelah demam mereda, akan timbul bercak merah di tubuh (walaupun tidak selalu). Rash ini berbentuk bintik-bintik atau bercak merah muda yang rata (flat) atau timbul(raised). Bercak tersebut kadang dikelilingi oleh garis putih. Bercak akan timbul pertama kali di pundak, punggung dan perut, lalu menyebar ke leher dan lengan. Bercak2 ini tidak harus sampai ke kaki dan muka. Bercak ini tidak menyebabkan gatal dan tidak mengganggu penderita, dan akan hilang dalam waktu beberapa jam hingga beberapa hari.
Gejala-gejala roseola lainnya:Kelelahan, Rewel, Diare ringan, Nafsu makan menurun, Kelopak mata bengkak

Penyebab
Penyebab roseola yang paling sering adalah virus herpes tipe 6 (HHV6)atau HHV7. Virus-virus herpes tersebut berhubungan tetapi berbeda dengan virus herpes yang menyebabkan tenggorokan kering dan herpes genital. Seperti penyakit lainnya yg juga diakibatkan oleh virus, contohnya flu, roseola
menular melalui air ludah. Contoh, seorang anak yg sehat dapattertular jika menggunakan gelas minum,yang sama dengan anak yg sedang mengalami Roseola, anak yg sehat tersebut dapat tertular.Roseola mudah menular walaupun pada tubuh penderita tidak timbul bercak. Ini artinya, seorang anak yg sedang demam namun belum kelihatan roseola tetap berpotensi untuk menularkan penyakit ini kepada anak lain.Untuk itu, berjaga-jagalah dari kemungkinan anak anda mengalami roseola jika dia berinteraksi dengan anak alinnya yg memiliki penyakit tersebut karena proses penularan penyakit ini kadang tidak jelas.Tidak seperti cacar air (chickenpox) atau penyakit virus lainnya yg cepat menyebar, penyakir roseola jarang menyebar sedemikian cepatnya
.

Saat umur Jibran 5 bulan Jibran sudah kena, kok sekarang kena lagi? Tapi berdasarkan hasil searching di Om Google, dan juga sharing dari teman2 semua, (thanks n proud of you, all my friends.., I luv u.. J) juga jawaban dari Dokter Alan, bahwa bisa saja seorang anak terserang Roseola 2 x. Bisa jadi karena tubuh anak tsb sedang tidak fit ditambah adanya virus yang ada di sekitarnya.

 

Semua jawaban dan kesimpulan juga temuanku di Om Google melegakanku. Ditambah lagi buku pintarnya dokter Wati yang kubuka dan kubaca.

Ruam yang muncul di tubuh Jibran sejak siang sampai tadi malam sudah merata, mulai punggung, perut, dada, bahkan wajah rata oleh ruam dan merah2. Berikut gambarnya,

  

 

Selanjutnya, kembali aku konsen kepada treatment HB Jibran. Waktu 1 bulan yang diberikan dokter serasa bom waktu yang siap meledak. Kemarin sempetin blog walking ke mama naura, ternyata mba menique pernah punya pengalaman yang sama, PM juga ke blio tapi belum ada balasan, hi mba menique.. lagi sibuk ya??

 

Trimakasih untuk temen2 MP ku tercintah… sungguh aku baru merasakan keterikatan dan rasa berbagi yang mendalam dalam komunitas MP ini. Ga aku duga, respon temen2 semua begitu membuatku terharu.. meski kita semua belum pernah ketemu, hanya bergaul dalam dunia maya, namun kebersamaan yang aku rasain begitu dekat…

 

Perasaan Ibu yang memiliki anak dan menghadapi buah hati tercinta yang sedang sakit,  mungkin itu yang membuat teman2 dapat merasakan apa yang aku rasakan, demikian juga sebaliknya…..

Hgggkk… berembun lagi nih mataku. Sungguh.. perhatian teman dan comment teman2 membuatku aku tenang dan nyaman..  Thx all, I luv u.

 

Tuesday, July 28, 2009

Ya Allah, berilah kesehatan untuk Jibran...

 

Semalam pulang kantor aku dan suami membawa Jibran lagi ke dokter meski kemarin Jibran sudah ke dokter.Ayahnya Jibran ingin jawaban yang pasti dan konsultasi dengan dokter Alan mengenai sakitnya Jibran. Dapat urut no 1, begitu dipanggil dan masuk ke ruang dokter, dokter Alan meminta Jibran untuk di test darah lagi, karena test darah yang dilakukan Senin lalu belum 72 jam, jadi belum akurat. Ya sudah.. akhirnya aku menurut saja meski dalam hati kasian, tapi ayah maunya seperti itu.

 

1 Jam setelah hasil lab selesai kembali kami menemui dokter Alan untuk baca hasil. Alhamdulillah Jibran ‘hanya’ kena virus seperti dugaan sebelumnya. Lega nya. Namun ada 1 hal yang membuat aku kaget, ternyata bari diketahui kadar HB Jibran rendah yaitu 9,8 dimana batas toleransi minimal 12 atau 14. Kemudian hasil lab tsb dibandingkan dengan hasil lab sebelumnya ga jauh beda, kadar HB Jibran berdasarkan data lab sebelumnya yaitu 9.4, atau 9.7 atau paling tinggi 9.8. Sempet aku complain ke dokter, “kenapa dokter baru aware sekarang?” Namun bukan waktu yang tepat untuk  atau menyalahkan yang terpenting sekarang adalah penanganannya.

 

Dokter Alan bilang, Jibran kekurangan zat besi sehingga menyebabkan kadar HB rendah. Namun untuk mengetahui apakah benar hanya kurang zat besi ataukah ada factor lainnya perlu pemeriksaan lebih lanjut, namun untuk sekarang yang terbaik menaikkan kadar HB Jibran melalui makanan dan pemberian vitamin mengandung zat besi untuk jangka 1 bulan dan diharapkan 1 bulan berikutnya kadar HB Jibran bisa naik minimal 10. Amien…

Kuakui aku kurang peka akan hal ini. Jibran sudah beberapakali terserang demam dan kadang lebih dari 72 jam, dan beberapakali cek darah jika demam 72 jam. Meski sudah periksa lab, aku ga pernah ‘ngeh jika kadar HB Jibran tergolong rendah. Duhh.. Gusti… kenapa bisa terlewati dari pengamatanku? Maafkan Bunda ya nak…

Selama ini memang tidak ada hal yang mencurigakan dari Jibran. Jibran tergolong anak yang aktif cenderung ga bisa diam, cerewet, ekpresif dan ceria. Namun memang jika terlampau kecapean Jibran mudah demam atau flu. Kupikir itu reaksi yang wajar dan aku tidak curiga ini ada pengaruhnya dengan kadar HB Jibran.

 

Beberapa bulan belakangan ini Jibran memang susah makan dan sempet GTM, termasuk picky eater juga. Ini membuatku pusing mengatur pola makan Jibran, meski semua menu sudah aku coba dan berusaha sekreatif mungkin. Benar2 aku guilty feeling.

 

Malam tadi bahkan sampai hari ini aku mencoba browsing dan melempar pertanyaan ke milis sehat atau asiforbaby. Namun belum ada jawaban yang memuaskan. Maaf mom bukan karena hiperbola atau bagaimana, aku hanya ingin jawaban yang benar2 memuaskan.

Sebagian hasil dari om google, berkesimpulan, kadar HB yang rendah bisa mempengaruhi pertumbuhan anak dan daya pikir anak menjadi rendah. Duhh.. terus terang aku tidak menginginkan itu. Sebagian info yang kudapat juga HB rendah bisa mengarah ke thalassemia, namun untuk curiga kearah sana mesti ada factor keturunan. Dan antara aku dan suami tidak ada keturunan thalassemia. Vonis thalassemia pun ga semudah itu harus melalui screening dan pemeriksaan yang panjang. Ciri yang umum penderita thalassemia, kadar HB dibawah 5 atau 6.

Jujur, ada kekhawatiran dalam benakku, dan itu harus kubuang jauh2. Yang terpenting sekarang Jibran sehat dan aku berusaha semaksimal mungkin untuk dapat menaikkan kadar HB Jibran. Sementara nasehat dan anjuran dokter akan aku patuhi. Tugas dan kewajiban kami selaku orangtuanya memberikan dan mengusahakan yang terbaik untuk Jibran anak kami. Alhamdulillah kami bisa mengetahui sejak dini disaat Jibran 2th, Insya Allah segala yang kami takuti tidak terjadi.

 

 

Mom.. aku menunggu sharing dari MP’s sekalian yang berkaitan dengan hal ini. Tulisanku ini sebagian dari ungkapan hati dan curhatanku, so mohon maaf jika yang membaca merasa aku terkesan hiperbola. Terus terang aku hanya menginginkan kesehatan untuk Jibran…. 

Wass..

 

Sunday, July 26, 2009

Pengalaman berarti @ week end…

Jumat, 24 Juli 09               

 Sore menjelang jam pulang kantor, adik iparku sms, “Bund, Jibran demam 37,5 dari jam 3 sore tadi.”

Ku balas, “Beri mimi yang banyak, air putih or ultra ya.”

Malam setiba di rumah, suhu Jibran ku cek mulai naik 38’, namun alhamdulillah masih aktif.

Mendengar Jibran sakit, Mama Tika pulang kantor bawain mobil2an, pun ayah juga, pulang kantor sempetin mampir ke took mainan beli mobil2an juga.

Jibran seneng banget dapat surprise mobil2an.

Semalaman Jibran bobo gelisah, mulai rewel, maunya hanya ASI, akhirnya, karena kondisi Jibran, semalaman Jibran kembali full ASI, lupakan sejenak menyapih, AC sementara dimatikan dulu, tak lupa ku baluri transpulmin ke dadanya.

Tiba2 pukul 1 dini hari, Jibran bangun dari tidurnya, teriak2 ketakutan dan langsung memeluk ayah, minta di gendong, sepertinya Jibran mimpi, dia nangis histeris, tangisannya membuat semua anggota keluarga terbangun.

 

 

Sabtu, 25 Juli 09

 Subuh, kucek suhu Jibran, masih manteng di 38’. Makan mulai susah, lagi2 hanya mau mimi ASI. Kucoba buatkan sup jagung kesukaannya, namun sukses di tolak. Puding yang kubuat ga disentuh sama sekali, malah minta mie goreng, akhirnya kucoba buatkan mie goreng pake mie telor lengkap dengan baso, alhamdulillah mau meski hanya beberapa suap.

Menjelang magrib,  Jibran mulai demam lagi, naik menjadi 39’.  Minta mimi ASI, dan ga lama tertidur. Tiba2 Jibran terbangun dan ngejerit ketakutan, sama persis seperti tadi malam. Minta keluar kamar, namun begitu kubawa ke ruang tamu, tangis Jibran tambah keras, dia makin histeris, diantara tangisnya, Jibran menunjuk ke arah lukisan wayang Pandawa Lima di dinding. Seolah ada sesuatu Jibran teriak, “itu..itu, ga mau nda, ngga mau, takutt….”

Terus terang aku ikutan takut dan merinding. Jibran liat apa sih, apa yang salah dengan lukisan tsb? Reflek aku baca ayat Qursi berkali-kali, sampai akhirnya tangis Jibran benar2 berhenti dan kembali tertidur.

Entah percaya atau tidak, akhirnya adik ipaku inisiatif baca ya Yaasin, disambung dengan abah kembali baca Yaasin setelah shalat Isya.

Pukul 10 malam kembali Jibran mengiggau dan nangis teriak2, ku cek suhunya masih manteng di 39, kemudian kuberi dia paracetamol. Alhamdulillah ga lama tertidur kembali sampai pagi, dan ASI tetep dicari, alhasil semalaman punggungku pegal karena terpaksa tidur miring.

 

 

 

Minggu, 26 Juli 09         

 Subuh Jibran sudah terbangun. Kucek suhu, alhamdulillah mulai turun 37,5’. Jibran minta keluar jalan pagi.

Makan masih susah, meski begitu alhamdulillah sempet beberapa suap makan nasi uduk. Kubuatkan telur ayam kampung setengah matang dicampur perasan air kunyit bakar + lada bubuk. Rada maksa untuk minta Jibran minum ramuan tsb.

Alhamdulillah, demam berangsur turun menjadi 37’. Kuajak dia berendam dengan air hangat. Alhamdulillah setelah mandi + berendam air hangat, Jibran keliatan lebih segar.

Kubuatkan juice pepaya dicampur air jeruk, alhamdulillah habis setengah gelas. Nasi masih ditolak. Menjelang sore kutawarkan sayur katuk + jagung, alhamdulillah semangku sayur katuk + jagung dilahapnya habis. Seneng banget… melihatnya.

Sore2 ayah sengaja mengundang topeng monyet yang kebetulan lewat depan rumah. Jibran dan Kyosha antusias liat atraksi topeng monyet tsb

Namun menjelang isya, suhu Jibran kembali naik, ayah mengecek suhu Jibran pakai thermometer digital, kali ini mencapai 40,5. AKu ga yakin, kucoba cek pakai thermometer air raksa, ternyata hasilnya sama. Lalu Jibran kuberikan paracetamol.

Kembali mulai rewel, minta digendong, ga mau digendong siapapun hanya mau sama Bunda. Jadilah tadi malam sukses aku  jadi mbah surip, “tak gendong kemana-mana, enak donk, cape donk..”

Sepanjang malam Jibran tidur gelisah bukan main, tidur masih tanpa AC. Kukompres dengan bye2 fever. Tubuhnya bolak balik aku kompres dengan air hangat.

Aku mulai khawatir, karena demam Jibran mendekati 72jam, dan sejauh ini keluhannya hanya demam, tidak ada batuk pilek.

Malam2 aku sms ke dokter Alan (dokter anak langganan Jibran) memberi tahu tentang keadaan Jibran.

Malam tadi benar2 aku nyaris begadang, tidur dalam keadaan duduk sambil tubuh menggendong Jibran.

 

 

Senin, 27 Juli 09

Subuh kuterima sms balasan dari dokter Alan, segera bawa ke RS untuk periksa darah. Akhirnya izin n cuti setengah hari ke Pak Boss, alhamdulillah langsung blio setujui. Thx Pak Edy..

Suhu Jibran masih manteng di 39,5. Jibran sempet muntah 2x.

Pagi2 jam 7 aku bawa Jibran ke Hermina Depok, ayah ga bisa antar karena harus ke kantor, ada kerjaan yang ga bisa ditinggalkan, terpaksalah naik taxi. Mbah Uti minta ikut, blio pun ikut bolos ga masuk kantor.

Langsung ke UGD, di periksa, suhu masih anteng di 39,5. Oleh dokter jaga diberi dumin yang dimasukkan dari anus. Jibran masih rewel, selanjutnya periksa darah. Saat meriksa tubuh Jibran, dokter rada curiga karena pipi bawahnya rada bengkak, apa iya mumps? Duhhh…. Aku khawatir, karena Jibran memang belum MMR. Alasannya, lain waktu aku bahas di postingan lain ya…

 

Berikut hasil lab darah :

Hemoglobin         : 9,5 *

Hematrokit         : 30*

Lekosit            : 7.200 (normal)

Trombosit          : 174.000 (normal)

Basofil            : 0*

Batang             : 2*

Segmen             : 47*

Limposit           : 43*

Monosit            : 9*

 

Hasil Lab kemudian dibaca oleh dokter Jaga, kesimpulannya diduga infeksi virus. Sementara ke arah mumps dokter belum bisa memastikan.

Dokter jaga telponan dengan dokter Alan. Diputuskan Jibran diberi resep Paracetamol & Vistrum.

Ku sms ayah dan kuceritakan, ayah masih ga yakin apa benar Jibran mumps. Dokter Alan, minta besok Jibran dibawa lagi ke RS untuk di cek darah, karena kemungkinan masih bisa berubah.

Sudah kuposting juga ke milis sehat tentang hasil Lab tsb, dan pertanyaan apa perlu besok Jibran ke RS lagi atau periksa darah lagi?

 

Seandainya hari ini ga ada pekerjaan yang tertunda, pastinya aku lagi dirumah nemenin Jibran…..

 

Mohon doanya semoga Kaka Jibran lekas sembuh… amien…

 

 

Thursday, July 23, 2009

(Part 2) Quantum Ikhlas = ilmu tingkat tinggi, prakteknya ga semudah pengucapannya…

Ini loh lanjutan nya...... as Part 2

 

Meski awalnya berat dan ga jarang aku adu argument dengan ayahnya Jibran mengenai prinsip hidupnya itu, kenyatannya aku harus terima segala konsekuensinya. Apapun keadaanya toh sekarang aku sudah menjadi istrinya. Mendapati aku yang sering complain dan ga terima, ayah justru mendiamkan aku meski dalam hati berharapnya ayah membujuk atau setidaknya merayu. Jika dirasa aku mulai tenang, barulah ayah akan ngajak aku bicara, "marah itu = gila, segeralah ambil wudhu, supaya marahmu itu tidak dikuasai setan" ucap ayah. Saat week end ayah rajin sekali ngajak aku ke pengajian, namun karena aku kadung kecapean, aku menolak, tinggalah ayah pergi sendiri.

 

Jujur, awalnya aku adalah orang yang temperamen, dan meledak-ledak, expressive dan driver, mungkin karena pengaruh aku anak pertama dan terbiasa pendapat atau keinginanku dituruti dan didengar selama ini, begitu ketemu ayah tanpa sadar behavior itu terbawa. 1 hal, ayah paling tidak suka dengan sifatku ini. Semakin aku meledak-ledak, semakin ayah akan mendiamkanku. Duhh gusti…..

 

Tahun pertama aku benar2 hidup hanya berdua dengan ayah, rumah yang kutempati ini memiliki 3 kamar, dan dirasa cukup besar untuk kami yang hanya tinggal berdua. Jatuh bangun aku membagi waktu antara pekerjaan dan rumah tangga. Bagaimana tidak, setiap hari aku berangkat ke kantor minimal pk. 06.30, sebelum menikah, cukuplah bagiku bangun tidur pk. 05.30 langsung mandi dan sarapan lalu berangkat, namun begitu menikah, pastinya ada konsekuensi yang harus aku tanggung. Bangun pagi minimal pk. 05.00, langsung masak air dan bikin kopi or sarapan, bersih2 rumah (kalo sempat), mandi, baru berangkat. Pulang sampe rumah sudah malam, yang tersisa hanya cape di badan. Begitu setiap hari. Dulu yang terpikir olehku, kok menikah ga ada indah2nya ya…

 

Alhamdulillah dengan berjalannya waktu, semua yang awalnya aku anggap sebagai “penderitaan” mulai bisa aku nikmati. Masuk tahun kedua, adik iparku (laki-laki) Nur mulai ikut dengan kami. Nur masih kuliah, makanya daripada ngekost makan biaya, diputuskan untuk tinggal bersama kami. Jujur, awalnya aku keberatan. Ayah nanya ke aku, apa yang jadi alasan keberatanku, namun aku ga bisa menjawabnya, yang pasti susah diungkapkan melalui kata2, intinya aku keberatan. Namun karena aku tidak bisa memberikan alasan yang jelas, ayah tetap pada keputusannya, dia ikut kami. Kenyamananku yang mulai terbentuk setahun ini, berubah. Dia benar2 memakai rumah hanya untuk singgah, kuliah, mengerjakan tugas masuk kamar dan tidur. Padahal adik iparku tau kami tidak ada pembantu. Namun dia tetap pada caranya, akhirnya aku complain ke ayah.

 

Hal yang paling sensitive yang selama kami hindari selama ini lambat laun mulai terusik. Ada perasaan ga trima jika ayah membantu biaya adik2nya, atau mengirim untuk orangtuanya. Saat itu aku merasanya ayah tidak adil. Sungguh, keikhlasan dan berbagi tidak ada dalam benakku. Aku hanya melihat semuanya dari kacamataku tanpa menyelami keadaan dan kondisi yang ada. Bisa diduga akhirnya aku sering marah2. Ayah tetap pada keputusannya, ayah hanya mengingatkan bahwa manusia itu hidup tidak sendiri, dan ga selamanya ada diatas. Saat dirasa aku tenang ayah akan mengajakku bicara dan mengingatkanku tentang hakikat berbagi. “Suatu saat kamu pasti akan menyesal, jika sifatmu yang seperti ini tidak diubah.” Duaarrrrr.. aku yang merasa benar, langsung merasa kesinggung mendengar ucapan ayah.

 

Lambat laun perdebatan yang selama ini hanya kami simpan berdua, diketahui juga oleh orangtuaku dan mertuaku.

Suatu hari Ibuku mengirim seorang pembantu ke rumahku, aku senang, artinya pekerjaan rumah akan diassist oleh pembantu, namun ternyata ayah menolaknya, ayah bilang nanti aja kalo udah punya anak baru pakai jasa pembantu. Duhhhh... mau marah rasanya. Kenapa sih ayah masih idealis aja??

Namun belakangan baru kutau alasan ayah sesungguhnya kenapa tidak mau pakai pembantu, ayah tidak akan pernah pakai pembantu jika aku belum menguasai pekerjaan rumah sesunggunhya, bagaimana mau menilai pekerjaan pembantu, jika aku sendiri belum menguasai pekerjaan rumah tangga, yang bisanya hanya nyuruh atau minta ini itu aja. Dan hebatnya, alasan ayah ini masuk akal dan bisa diterima oelh kedua orangtuaku, akhirnya pembantu yang sudah dikirim ke rumah kami, dipulangkan lagi.

Aku benar2 ga bisa apa2, aku merasa ayah adalah suami yang egois. Lagi2 aku hanya menilai semua dari kacamataku saja. Ironis...

 

Suatu hari Ibu mertuaku telpon ke aku, dan menyampaikan jika memang aku keberatan dengan pekekerjaan rumah tangga, untuk sementara biar aja Cicich (adik nya ayah yang perempuan) ikut dengan kami dan membantu kami. Dia baru aja lulus SMA, ingin ke Jakarta. Sudah pasti ayah setuju, terus terang aku ga enak menolak keinginan ibu mertuaku. Akhirnya Cicih datang ke Jakarta. Lagi2 aku kembali keberatan. Duhh.. Tuhan... kenapa ya aku sulit sekali berbagi meski itu dengan adik iparku sendiri. Pun dengan suamiku benar2 diuji mengahadi sikapmu ini.

Kehadiran Cicih ternyata tidak seburuk yang kukira, dia adik yang manis dan penurut, adanya dia di rumah kami benar2 membantu kami, aku khususnya. Lambat laun, aku mulai bisa menerima kehadirannya. Karena dia penurut, aku ga sayangan ke dia, kubelikan dia pulsa, baju atau uang untuk jajan. 1 hal yang aku salut, cicih mengerti kondisi dan keadaan orangtuanya, dia menolak untuk kuliah, dan malah milih kursus saja. Hikkssss.. terenyuh dan terharu aku mendengarnya. Kemana aku selama ini, jika posisi dibalik apa aku siap menjadi seperti nya?? Selama ini aku (alhamdullillah) tidak pernah kekurangan, semua kebutuhanku sebelum menikah sudah dicukupi orangtuaku, dan setelah menikah akupun mempunyai gaji yang cukup, demikian juga ayahnya Jibran pun senantiasa mencukupiku, berbagi terhadap keluarga apa itu salah? entah kenapa aku begitu arogannya masih aja tidak mau tenggang rasa. Egois sekali...

 

Pelan2, kurasakan sifat keras ayahnya Jibran mulai melunak. Rupanya perubahan sifat ayah ini karena ayah melihat sikap aku yang mulai tenang dan tidak meledak-ledak. Mulai bisa menerima kehadiran adik2nya di rumah kami. Mulai bisa meredam temperamenku slama ini, mulai jago masok, ok mencuci, ok menyetrika dan pekerjaan rumah lainnya. Oh indahnya...

 

Di saat kami mulai bisa menyesuaikan satu sama lain, tantangan berikutnya datang. Orangtua dan mertua serta saudara2 mulai bertanya, kapan aku punya anak? Udah 2tahun menikah kenapa tenang2 aja? Aku bisa maklum, karena aku adalah putri sulung dan dari pihak mertua baru ada 1 cucu itupun sudah SD, ga heran jika semua keluarga besar menantikan kehadiran si kecil. Mertuaku mulai ribut dan memberikan saran supaya aku berobat ke alternatif, orangtuaku juga menyarankan yang sama periksa ke dokter. Hgggkkkk... biasanya aku diam atau menghindar. Belum lagi teman2 dan tetangga juga bertanya, kapan donk punya momongan??

Dalam hati hanya bisa berucap dan seandainya bisa teriak, "aku juga pingin punya anak..."

 

Berikutnya bulan demi bulan, kehadiran tamu bulanan membuatku senantiasa H2C alias harap-harap cemas.

Sampai akhirnya, kami berdua memutuskan, sebelum berobat ke alternatif, kami berdua ingin tau secara medis, apakah kondisi kami berdua sehat?? Setelah tanya sana sini dan cari2 informasi tentang kesuburan sampailah aku pada suatua dokter, dan selanjutnya..

 

 

(to be continued...)

Wednesday, July 22, 2009

Satu, dua, tiga... semua sayang......

Pada suatu malam, kami (bunda, ayah & Jibran) seperti biasa saat berkumpul di kamar, diatas tempat tidur tepatnya, saling bercengkrama, tiba-tiba…

 

Jibran : “nyanyi yah..”

Ayah   : “ok, nanti jibran ikutan juga ya…”

 

Kemudian dengan pede nya ayah nyanyi,

 

Ayah   : “Satu-satu.. ayah sayang….

Jibran : “ Ibang.. “

Ayah   : “Dua-dua, bunda sayang…

Jibran : “Ibang..”

Ayah   : “ Tiga-tiga, de kyo sayang..

Jibran : “Ibang..”

Ayah   : “ Satu, dua, tiga, semua sayang…

Jibran : “Ibang..”

Ayah   : “Pinterr.. sekarang gantian yaa…”

 “Satu-satu.. Ibang sayang….

Jibran : “ Ayah.. “

Ayah   : “Dua-dua, Ibang sayang…

Jibran : “Bunda..”

Ayah   : “ Tiga-tiga, Ibang  sayang..

Jibran : “De Iyo ..”

Ayah   : “ Satu, dua, tiga, Ibang sayang…

Jibran : “Bunda..”

Ayah   : “Lho kok…?” yang bener sayang semua yaa…., ulang ya…

 “Satu, dua, tiga, Ibang sayang….

Jibran : “Bunda.”

Ayah   : “Kok Bunda lagi Ka, sayang semua donk”

Jibran : "Iya..”

Ayah   : “ Ok, ulang lagi ya, satu dua, tiga, Ibang sayang….

Jibran : “Bunda…. (sambil ketawa nyengir..)

Ayah   : “$&&??@!!**&@@$$$$....??!!

Bunda  : (Yang dari tadi diam hanya mendengarkan, teriak)…. “Yesss…..”

           Jadi apa Ka, satu, dua, tiga Ibang sayang…

Jibran : “Bunda..”

 

Hihihi... tanpa di doktrin, ternyata Jibran beneran sayang Bunda ya, so sweet... I  u  darling...

Untuk ayah tercinta, maaf ya yah... ini murni ungkapan suara hati Jibran yang bicara loh...  xixixixi...        

 

 

Tuesday, July 21, 2009

Quantum Ikhlas = ilmu tingkat tinggi, prakteknya ga semudah pengucapannya…

Baru aja terima email dari seorang teman nun jauh di negeri sebrang, yang tengah merantau di negri orang demi menjemput rizki nan halal, untuk keluarga. Terasa berat katanya, berjuang demi sesuap nasi, dan terpaksa jauh dari keluarga. Begitu banyak pengorbanan yang harus dihadapinya, lagi2 demi sejumput materi demi menghidupi keluarga dengan layak.

Pfhhhh….. sungguh email tadi menyadarkan aku dengan keadaanku kini. Alhamdulillah… meski aku harus bekerja, namun aku masih bisa ketemu suami dan anak setiap hari, masih bisa tidur bareng dengan mereka setiap hari dan masih bercengkrama dengan mereka tiap hari tanpa menunggu jatah liburan atau cuti lebaran.

 

Flash back ke belakang, aku adalah putri sulung dari 3 bersaudara. Adikku aka Mama Kyo sudah menikah, tinggalah si bungsu, Apri, alhamdulillah sudah bekerja, n jomblo, hihihi.. maklum baru aja putus nih J.

Orang tuaku, ayah dan ibu, sama2 bekerja. Artinya aku tumbuh besar dengan pembantu sedari kecil. Ga terhitung udah berapa kali ibuku bolak balik ganti pembantu, demi mencari pembantu ‘ideal’ ukuran ibuku. Dan sedari kecil juga aku dan adik2ku terbiasa hidup dilayani dan diladeni, karena ayah dan ibu sehari2 bekerja berangkat pagi pulang malam. Hikkss… karena itulah aku bisa merasakan kangennya Jibran saat week end  ketemu aku dan pastinya nempel terus kaya prangko.

 

Beranjak dewasa, aku tumbuh jadi wanita mandiri, meski dari kecil biasa diladeni pembantu, toh tugas pembantu hanya untuk menyiapkan kebutuhanku, selebihnya untuk mengambil suatu keputusan, ayah dan ibuku sudah sepenuhnya memberiku kebebasan. Justru hubunganku dengan adik2ku semakin erat, bagaimana tidak, sejak TK s/d SMP aku selalu disekolahkan di sekolah yang sama oleh ayahku.

 

Semua kulalui dengan lancar, begitu lepas SMA, aku langsung kuliah, ambil D3, selanjutnya meneruskan S1 sambil bekerja. Aku masih ingat saat pertama terima gaji pertama, maksud hati mau aku berikan ke ibu, namun ibu menolaknya, “ibu masih punya gaji, uang tsb buat kebutuhan mba Ina (panggilan kecilku) aja, kan mba Ina yang kerja.” Hmm…. Begitu seterusnya sampai beberapa kali aku pindah2 kantor, gaji yang kudapat benar2 utuh jadi milikku, palingan aku ngasih adikku, tapi itu juga ga sering, karena selebihnya semua kebutuhan sudah dipenuhi ayah dan ibu.

 

Namun semua kebiasaan itu berubah, bahkan 180derajat setelah aku menikah dengan Mas Rudy, ayahnya Jibran kini. Pernikahanku dilalui tanpa pacaran, padahal aku udah beberapa kali ganti pacar dan pacaran, namun begitu putus dan akhirnya kenal dengan ayahnya Jibran, baru kutau rupanya ayahnya Jibran tidak mengenal kata pacaran, (whatttt…??) kenal aja dulu, kalo emang cocok, langsung lamar dan menikah. Hmm… prinsip yang aneh menurutku, namun itulah jodoh, meski tanpa pacaran, alhamdulillah akhirnya aku jadi dan menikah dengan ayahnya Jibran. Keanehan berikutnya dan selanjutnya berubah jadi kekaguman adalah, biaya pernikahan yang ayahnya Jibran berikan ke ortuku, murni dari kantong nya, tanpa sepeserpun dibantu orangtuanya, (mertuaku).

 

Awal pertama pernikahan kami, terus terang banyak ‘keanehan2’ yang buatku protes dan ga terima. Kami tinggal dirumah pemberian ortuku, awalnya ayahnya Jibran menolak, dan minta aku ikut dia dan mengontrak, namun urung setelah ayahku angkat bicara. Perkara rumah selesai, selanjutnya tentang pembantu. Sudah kebiasaan bagiku, segalas esuatu dilayani dan diladeni pembantu, namun justru setelah menikah, ayahnya Jibran memutuskan tidak akan pakai pembantu. Semua harus dilakukan sendiri. Whattt??  Sungguh penyesuaian yang berat. Jadilah aku setiap Sabtu Minggu, mencuci pakaian dan menyetrikanya. Kebayang ga sih, semua pakaian kerja kami ditumpuk selama 1 minggu dan baru dicuci setiap weekend. Sempet protess, sempet nangis, marah dan ga trima, namun semua sia2, ayahnya Jibran benar2 pada keputusannya. Aku bener2 shock. Namun sekarang baru kusadari, inilah bagian cara dari ayahnya Jibran mendidikku.

 

Belum lagi soal makanan, ayahnya Jibran paling ga suka jajan di luar, si ayah paling suka masakan rumah, itu artinya, ayah secara ga langsung minta aku supaya bisa masak. Ayah rajin banget beliin aku buku masakan. Semua buku2 jenis masakan dari yang ringan sampai yang berat, komplet diborongnya. Tinggalah aku yang bingung, nyuci juga, nyetrika juga, sekarang harus masak juga??

Namun ada 1 hal yang bikin aku senang, jika aku bisa mempraktekan salah satu dari jenis masakan yang ada di buku, maka ayah ga segan beri aku reward, jangan harap reward tsb berupa emas atau parfum atau apalah selayaknya favorit wanita, reward tsb berupa perlengkapan rumah tangga, seperti mixer, oven atau perlengkapan masak. Hmmm…… aneh kah?

 

Menikah dengan ayahnya Jibran membawaku banyak perubahan, aku yang biasa menghabiskan seluruh gaji yang kumiliki utuh benar2 untuk diriku, begitu menikah dengan ayah baru kutau yang namanya berbagi. Ayahnya Jibran anak ke dua dari5 bersaudara, dan merupakan anak  laki2 pertama dikelurganya. Memiliki adik 3 yang masih sekolah dan kuliah. Awalnya mertuaku adalah orang berada, profesi bapak mertuaku sebagai pemborong pembangunan rumah, namun saat th 98 terjadi krismon, proyek usaha bapak mertuaku terkena dampaknya dan mengalami krisi akhirnya collaps. Semenjak itulah segala kehidupan yang tadinya serba wah berganti menjadi sederhana. Di keluarga besarnya ayah dan ibumertuaku juga anak pertama dan sudah jadi tradisi  jika anak tertua atau anak laki2 tertua akan menjadi tulang punggung atau tanggungan untuk adik2nya. Nah… disini puncaknya penyesuaian yang menurutku sulit banget.  

 

(to be continued…)